20150607

Kopi

Apa yang paling kamu nikmati dari segelas kopi? Rasa pahitnya, rasa asamnya, atau sekadar aromanya?

Saya menikmati segala jenis kopi, mulai dari yang pahit, asam, manis, dan yang tidak dapat didefinisikan rasanya sekalipun. Juga aromanya. Namun bagi saya, kopi tidak cuma rasa yang dicecap di lidah dan aroma yang dihirup dari lubang hidung. Kopi, lebih dari itu semua, adalah kenangan.

Dibandingkan anak-anak muda ibukota zaman sekarang, saya bukan tipe orang yang sering duduk berlama-lama di kedai kopi, atau pergi bertualang ke berbagai kedai kopi cantik untuk menikmati secangkir atau segelas kopi untuk membuat satu dua puisi. Tentu saya membuat puisi, dan saya juga menikmati kopi dengan teman rokok kretek, hanya saja saya jarang, benar-benar jarang pergi ke kedai kopi. Apalagi cafe.

Tunggu,
Saya tidak bermaksud nyinyir. Tidak sama sekali.

Selera saya terhadap kopi sangatlah buruk. Tipe orang seperti saya adalah yang akan dicemooh oleh para q-grader atau barista. Mengapa? Saya minum kopi asal minum. Mungkin karena pengalaman saya terhadap kopi sangat minim, sangat sedikit. Saya cuma tahu bahwa bubuk kopi terbuat dari biji kopi yang dipanggang, lalu digiling. Cara mengonsumsinya adalah dengan diseduh dengan air panas. Nah, sebatas itulah saya tahu kopi. Saya tidak tahu jenis kopi, tidak tahu cara menyeduh kopi yang baik, tidak tahu cara memperlakukan satu kopi dengan kopi lainnya, dan saya minum kopi dengan gelas. Gelas kopi yang besar seperti di warung. Bukan dengan cangkir super mini, yang isinya katanya adalah ekstrak kopi. Itu cuma lewat tenggorokan saya saja.

Tetapi, secara ajaib kopi mengantarkan saya kepada banyak pertemuan--dan perpisahan juga tentunya. Pada banyak kesempatan, kopi juga mendatangkan jawaban-jawaban yang sebenarnya tak pernah benar-benar saya buat pertanyaannya.

Mungkin kopi serupa abu yang menyimpan memori masa lalu.
Dan mengendapkan pertanyaan.