20130208

#puitwitku

PULANG
# Rindu penyair terbayar saat kenangan pulang dan sudah tumbuh manis menjadi puisi.
# Puisi pergi ke dunia Twitter. Katanya, ia ingin jadi terkenal. Penyair harap-harap cemas puisi masih mau pulang dengan sederhana
# Anak kurus itu pulang juga setelah kemana-mana seharian. Ternyata ia mencari kata-kata untuk diseduh menjadi puisi.
# Setiap kali pergi, aku merasa sedang pulang dalam kepergian selanjutnya.
# Pulang, kekasihku, adalah melihatmu terurai lagi menjadi kata setelah lama ditenggelamkan puisi.
# Pulang berkeliaran di linikala. Puisi-puisi rebutan pulang supaya menang.
# "Diam-diam saya berharap, lewat pulang saya bisa memiliki kamu." Demikian doa banyak orang hari ini.
# "Kapan pulang?" tanya penyair kepada inspirasi. "Barusan, saat pergi," jawab inspirasi. "Kuberi kau oleh-oleh puisi," sambungnya.
# Seingatku, kamu kurus sekali saat dulu pergi. Setelah pulang bertualang, kamu jadi gendut, oleh kata yang tak juga jadi puisi.
# Setelah sekian lama dianggap hilang, akhirnya dia pulang juga. Pulang dalam bentuk kenangan.
# Terima kasih, Penerbit. Kalau kamu tak buat kuis yg hadiahnya buku baru penyair kecintaanku, aku tak akan pulang ke linikala.
# Pulangmu adalah penantian setiap orang yang memujamu. Aku mencintamu, maka yang kunanti adalah pergimu. Pergi menuju aku.
# Setiap melakukan perjalanan, kamu tidak pernah benar-benar tahu sedang pergi atau pulang. Yang kamu tahu, tujuanmu adalah aku.
# Penyair mengucapkan selamat pulang kepada puisi setelah sekian lama berkelindan menjadi tweet. "Kertasku menunggumu."
# Penyairku sayang, terima kasih sudah mengantar puisimu pulang. Saya siap mendekap dalam bayang.

DILEMA

# Pantai begitu resah malam ini. Ia sedang sangat ingin bermain. Laut mengajaknya pergi, tetapi daratan telanjur memeluknya erat.
# Asap sedang bingung pagi ini, ingin menjadi kebul rokok atau kepul di cangkir kopi.
# Pada suatu ketika, kakimu akan tidak mengerti harus memilih terus bertualang atau kembali pulang.
# Selama tiga puluh tahun kata diam dalam tubuh puisi. Sekarang ia dilema, apakah tetap jadi puisi atau naik tingkat jadi penyair.
# Dilema hinggap di kepala-kepala yang jempolnya sedang sibuk memilah-milih puisi.
# Hujan dilema. Ia sudah harus jatuh turun, tetapi banjir belum lagi surut dari mata sundal itu.
# Kamus mumet. Dilema dan pusing bertengkar soal makna mereka. Kamus tak benar-benar bisa jawab.
# Penyair mulai dilema, memilih memberi makan istri atau puisi. Isi dompetnya yang semakin kurus hanya mampu mencukupi salah satu.
# Orang gila itu sadar juga bahwa sedang mengalami dilema; harus rela dianggap waras atau tidak bisa masuk rumah sakit jiwa.
# Penyair bingung sekali. Ia harus memilih satu yang benar-benar dilema di antara berjuta yang sekadar pusing dengan dilema.

LAJANG

# Kukira selama ini aku lajang. Ternyata sejak awal aku dipacari kesepian.
# Setiap malam minggu ia selalu mengaku lajang, sebab sehari-harinya sudah jadi jalang.
# Hari ini aku terlambat ikut pesta lajang gara-gara bangun kesiangan. Padahal pestanya awal pekan.
# Sepertinya aku tidak akan sempat membuatmu lajang lagi. Ya tidak apa-apa, asal bisa jalang satu sama lain saja.

NODA

# Hampir setiap hari aku main-main ke neraka. Aku dibenci teman-teman, dianggap kotor dosa. Padahal itu noda saja, bukan dosa.
# Hari ini kita mencoba berkubang supaya bernoda, tapi kok ya noda selalu muncul ketika tidak diminta.
# Tak sengaja Penyair menumpahkan tinta di atas kertas-kertas puisinya. "Wah, kukira akan jadi noda, ternyata jadi malam."
# Di ceruk matamu, kulihat noda kecil yang aku tahu tidak ingin kau hapus segera. Semacam masa lalu dan entah.
# Setiap pulang kantor, ibuku selalu penuh bercak noda. Kukira tinta transparan. Aku cerita pada ayah. Esok tak kutemui lagi ibu.
# Masa kecilku dihabiskan untuk mencoba bersihkan noda malam. Nodanya baru hilang setelah siang.

GULA

# Setiap pagi ibu membuat segelas teh dengan tujuh sendok gula. Kutanya kenapa banyak-banyak, hanya dijawab ibu dengan senyuman.
# Waktu kecil, pernah kutemukan patung Bunda Maria di pabrik gula tua. Entah kenapa bagiku Maria memang dibuat dari gula.
# Setiap pagi kamu seruput kopimu yang tanpa gula. Katamu, manisnya cukup dari kenangan saja.
# Kopi dan teh berbagi pahit tanpa ingat coklat tak bergula bisa jauh lebih pahit.
# Setiap kali hujan, kamu menadah airnya untuk diseduh bersama abu rokokmu. Kopi kenangan siap dinikmati, pahit tanpa gula.

PANGLIMA

# Akhirnya Panglima turun perang. Biasanya dia cuma duduk ongkang-ongkang.
# Mendadak ayah mengenakan zirah panglimanya. Setelah sekian lama menganggur, ia memutuskan untuk berperang lagi.
# Ketika ditunjuk menjadi panglima, kata menolak. Takut kalah dengan yang telah menjelma puisi.

HADUH

Haduh, pagi-pagi aku kentut besar. Baunya semerbak, mengganti pewangi kamar.
Semalam ia disandera insomnia. Ketika pagi menjelang, mengumpat ia, "Haduh, kenapa insomnia tidak sekalian minta tebusan!"
Semalam angin besar menculik jemuranku dan menyekapnya di kamar tetangga. Haduh, padahal itu jemuran krusial, bentuknya segitiga.
Haduh, rinduku sudah kumal saja. Padahal mau dipakai malam mingguan sama siapa.
Haduh, kata-kataku sudah habis, padahal mau bikin puisi. Waktu kuminta sumbangan pada penyair, yang dia punya tweet semua.
Haduh, sudah lama saya tidak menyambangi rumah Tuhan! Saya jadi tidak enak sendiri, padahal setiap saat bertemu di mana-mana.
Haduh, kamu minta hadiah pacar mentang-mentang ulang tahunmu malam minggu. Padahal aku cuma bisa beri kamu rindu.